Sepasang suami istri pergi berbelanja di sebuah toko untuk mencari hadiah buat anak mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. “Lihat cangkir itu,” ujar sang istri kepada suaminya. “Benar, inilah cangkir tercantik yang pernah kulihat,” ujar suami. Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara “Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik.
Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar. Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop..! Stop! aku berteriak, tapi orang itu berkata “belum..!” lalu dia mulai menyodok dan meninjuku berulang kali. Stop! Stop..! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku kedalam perapian.
Panas..! Panas..! Teriakku dengan keras. Berhenti..! Cukup..! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata “belum..!” Akhirnya dia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Benarkah? Oh.. ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan dia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop..! Stop..! Aku berteriak. Wanita itu berkata “belum!” Lalu dia memberikan aku kepada seorang pria dan dia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong…! Hentikan penyiksaan ini..! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya.
Tapi orang ini tidak perduli dengan teriakanku. Dia terus membakarku. Setelah puas “menyiksaku” kini aku dibiarkan dingin. Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Driser, kisah inspiratif cangkir yang cantik di atas mengajarkan kita the importance of process alias pentingnya sebuah proses.
Yup, untuk menjadikan diri kita ‘sesuatu’ atau ‘seseorang’ yang spesial dan bernilai tambah, mesti ada proses yang kita jalani. Gak ada ceritanya sebuah kesuksesan sejati diraih dengan cara instan. Semuanya dibayar dengan cara kredit. Seorang petani yang sukses memanen padi dengan hasil berlimpah mengawali prosesnya dari memilih benih padi terbaik, menggarap sawah, mengairi sawah, menanam benih, memupuk, menjaga dari hama, hingga tiba masa panen. Yup, itulah sebuah proses menuju keberhasilan.
Kita bisa belajar dari seorang imam Syafi’i. Dalam kondisi ekonomi yang sangat terbatas, tidak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilmu. Beliau menjalani proses untuk menjadi salah satu imam mazhab dengan tetap serius menuntut ilmu meski harus pakai kertas bekas untuk mencatatnya. Kita juga bisa bercermin dari kegigihan seorang Abbas ibn Firnas yang pantang menyerah bereksperimen untuk membuktikan manusia juga bisa terbang seperti burung dengan alat bantu. Meski badannya babak belur dan dianggap gila, Ibnu Firnas tetap menjalani proses yang akhirnya menginspirasi penemuan pesawat terbang.
Mancabs! Driser, kalo kita ingin berprestasi di dunia dan akhirat, persiapkan diri untuk menjalani prosesnya yang boleh jadi penuh dengan onak duri. Apapun yang dihadapi di tengah jalan, push through. Tetep jalani, karena dibalik setiap kesulitan akan ada kemudahan. Apalagi Allah swt berjanji akan memudahkan jalan bagi hamba-hambanya yang getol menuntut ilmu. Awali proses pencapaian prestasi dengan menutut ilmu. Gali potensi diri yang akan dikembangkan untuk kebaikan umat. Lalu tentukan suatu saat nanti akan menjadi apa atau siapa sebagai tujuan hidup. Kemudian, susun langkah-langkah apa yang akan dilalui untuk meraih tujuan itu. Terakhir, mulailah melangkah dan nikmati prosesnya. Niscaya akan lahir generasi penerus dari al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Firnas, atau Jabir ibnu Hayyan. Dan kamu salah satunya![341]
Sumber: http://www.drise-online.com/2017/12/nikmati-proses.html?m=1
0 komentar:
Posting Komentar